Rabu, 23 Juni 2010

Kiai Bayaran Vs Pembunuh Bayaran

Semua orang pasti kenal Joahn de Putte. Benar sekali, dia adalah pembunuh bayaran kelas kakap. Tiga hari yang lalu dia tertangkap oleh Inspektur Khan Prett di daerah Sumatra Tengah, tepatnya di desa Ngawang. Kalau orang melihat wajahnya, kesan seram yang pertama tersirat. Kulitnya hitam, rambutnya kriting, badannya besar, matanya merah dan telinganya kecil. Sudah 14 nyawa melayang gara-gara ke-jail-an tangannya. Caci-makian bahkan ludahan diterimanya saat dia diseret Inspektur Khan ke mobil travel khusus menuju hotel prodeo.
Tak habis pikir aku ini, nyawa sebanyak itu kok dihargai dengan murah. Seolah-olah dia telah menggantikan Tuhan secara temporal. Lama orang membicarakan figure manusia satu ini, bahkan sampai hari ini semua media massa masih membahasnya. Joahn de Putte Si Pembunuh Berdarah Dingin… Joahn de Putte Si Raja Tega… Joahn de Putte.. Joahn de Putte…. Judul-judul itu yang menghiasi headline news di setiap newspaper. Sampai-sampai orang lebih mengenal Joahn de Putte dari pada mengenal tetangganya sendiri. Malas rasanya aku membaca newspaper hari ini. Tapi mau bagaimana lagi, aku sudah langganan, kalau tak dibaca mubadzir nantinya.
Semakin ku baca semakin benci dan muak aku dibuatnya. Aku tak percaya ada orang sekejam ini. Dan sempat terfikir “adakah orang yang lebih sadis dari dia ?”. Mungkin ada, yaitu tukang fitnah. Karena di Al Furqon dikatakan fitnah itu lebih kejam dari pada pembunuhan. Tapi kenapa ?

“mungkin kalau pembunuhan fisik masih dalam konteks sejarah… yang dirugikan bersifat individual dan cenderung temporal solution”, jawabku dalam hati.

“lho kalau fitnah…”, tanyaku dengan dengkul.

“mungkin kalau fitnah itu pembunuhan karakter, ideology dan paradigma… orang sering lebih memilih kehilangan hal yang bersifat kebendaan dari pada kehilangan hal yang karakteristik dan paradigmatic.. ini adalah bukti kalau fitnah itu merupakan pembunuhan yang jauh lebih kejam dari pembunuhan fisik atau kebendaan…”, jawabku dalam hati.

“bener juga sih.. yang dirugikan juga banyak”, tegasku dengan dengkul.

“itu makanya.. kerugian dari fitnah cenderung komunal dan sporadic.. jadi intinya pembunuhan karakter dan ideology itu jauh lebih kejam dan fatal efeknya..”, jawabku dengan otak

“lha terus orang yang melakukan itu kayak gimana cirinya…”, tanyaku dalam hati.

“ciri pastinya aku kurang tahu, tapi biasanya orang ini memanfaatkan paradigma dan self image… misal saja yang harusnya bekerja di masjid malah memanfaatkan citra ke-ustadz-an untuk mempropaganda majelis pengajian dalam pemilu… ini benar-benar telah mematikan ideology sekaligus pembunuhan karakter..”, jawabku dalam lisan.

Wah.. dari pada aku semakin gila karena ngomong sendiri, lebih baik aku tutup newspaper ini. Masih banyak hal yang harus aku lakukan diluar sana.Tetapi tetap saja masih terplesit dalam relungku tanda tanya besar “Apa benar Kiyai Bayaran jauh lebih kejam dari pada Pembunuh Bayaran ?”



Kepanjen, 15 Juni 2010

0 komentar:

Posting Komentar