Rabu, 23 Juni 2010

Islam Cs Zaman

Luar biasa Indonesia ini, penghargaan terhadap budaya begitu kuat. Sampai budaya luar pun dipersilahkan masuk begitu saja tanpa saringan. Kadang pakai saringan tapi saringan yang dipakai masih level saringan tahu-tempe. Negeriku ini memang sensitive dengan budaya barat namun disisi lain masih jarang yang selektif. Negeri yang dulu berpijak pada sifat akulturalisasi malah tanpa sadar mereduksi budaya sendiri hingga kita tak bisa membedakan mana susu mana tajin, mana sirup mana jamu, mana gamelan mana orchestra.
Dulu orang menutup aurat dengan rapi, sekarang menutup aurat bagai hal yang tabuh. Di Tipi-Tipi, semua artis berpakaian begitu rapi seolah-olah kekurangan bahan, dan itu menjadi tren di kaum muda. Kesalahan yang menjadi mayoritas bisa membuat kebenaran menjadi kesalahan yang terkamuflase. Sekarang cewek yang memakai busana muslim dianggap ketinggalan zaman, sedang yang memakai hotpans dianggap modern. Begitu susahnya Edison mencipta lampu untuk menerangi, malah sekarang lampu sengaja dibuat redup. Orang bilang supaya terlihat romantis lampu harus redup lebih tepatnya remang-remang. Ada yang lebih parah, bukan hanya diredupkan tapi malah dihidup-matikan. Edi mungkin menangis melihatnya. Apa benar Islam dan injeksi kulturalistiknya sudah ketinggalan zaman. Zaman yang mengikuti Islam atau Islam yang harus mengikuti zaman, atau mungkin mereka memang variable bebas. Yang tak sedikitpun punya toleransi-korelasi. Mana yang menjadi eksogen dan mana yang menjadi endogen.
Kalaulah zaman harus mengikuti Islam, mau jadi apa zaman. Islam itu agama peradaban, ia menstimulus development peradaban. Jika zaman yang mengikuti Islam maka pastilah zaman akan stagnan. Dimensi waktu saja yang terus berjalan sedang isinya akan tetap saja. Ajaran-ajaran Islam sacral tak bisa dirubah dan dikembangkan. Islam ya Islam, Islam bukan peradapan zaman. Islam hanya mantij al taqofah.
Kalaulah Islam yang mengikuti zaman, maka akan terjadi distrek-distrek dalam ritus dan multitafsir akan ajaran Islam itu sendiri. Apakah karena sekarang abad 21, abad yang serba sibuk, maka sholat yang lima waktu dapat diganti menjadi satu waktu. Apakah karena sekarang tahun 2009, tahun yang penuh dengan mode maka jilbab harus dibahas ulang. Apakah karena dewasa ini perekonomian dunia membaik maka zakat minimal bukan 3 kg tapi 10 kg. Dilemma sekali dunia ini.
Lalu harus dimana posisi Islam itu. Di kanan, kiri, tengah, depan, belakang, atas, bawah atau dimana.
Kalaulah aku boleh menagambil jalan wasathon. Aku akan dengan tegas mengatakan posisi Islam itu mendampingi dan menjaga zaman. Biarlah aku berjalan maju atau bahkan berlari secepat mungkin, tetapi kau harus mendampingiku. Jika nanti aku melenceng dari territorial ku atau khittah ku, kau yang akan membawaku kembali. Engkau juga harus menjagaku, kala aku mulai terstimulus dengan godaan yang akan menjauhkan dari fitrah ku, kau yang mengcounter pertama kali. Nasehati aku jika aku mulai mlempem saat berjalan maju. Motivasi aku agar aku tidak lelah untuk terus berlari kedepan sampai mendekati idealitas. Itulah aku, akulah zaman dan kau, engkaulah Islam.
Jangan pisahkan dua sekawan ini, atau kehancuran di depan matamu. Sekawan yang harus berjalan beriringan. Mungkin hanya orang bodoh yang mau memisahkan sekawan ini. Tapi entah mengapa di luar sana begitu banyak orang yang berfikir sekuler. Merasa besar tanpa Islam, dan merasa cukup dengan zaman. Mari, coba kita lihat sampai kapan mereka mampu bertahan dalam kegalauan.

Malang, 18 November 2009

0 komentar:

Posting Komentar