Rabu, 23 Juni 2010

Perihnya Alkohol 100%

Kawan dua hari yang lalu aku pergi ke jalan Wilis. Semua orang pasti tahu tempat apa itu, apalagi mahasiswa dan kalau ada mahasiswa yang belum tahu berarti belum tuntas prinsip ekonominya. Di tempat itu bertaburan pengetahuan. Baik “pengetahuan bajakan” atau pun pengetahuan orisinil. Tepat dihari itu, tiba-tiba aku disindir oleh seorang teman “masak Kang Athan g’ punya Al Qur’an terjemah, profesional g’ sih jadi muslim ?”. Seketika aku langsung berangkat untuk membeli. Ya mungkin Allah SWT ingin menjewerku dengan lisan temanku yang sedikit ember.
Perjalanku sudah penuh dengan emosi. Sampailah aku di Wilis, tanpa bercakap aku menuju satu toko yang kelihatannya “menjual ayat Allah SWT”.

“ Pak, ada Al Qur’an terjemah ? ”, tanya ku dengan nafas ngos-ngosan.

“apa dek, alkohol… waduh… saya g’ jual alkohol”, cakap Si Bapak.

“Pak saya g’ cari alkohol, saya cari Al Qur’an terjemah”, kataku dengan senyum tak ikhlas.

“mungkin di apotik ada, adek salah tempat kalau cari disini”, jawab Si Bapak.

Kampret, orang ini kok mancing emosi banget. Rodhok sedeng emang otaknya. Tapi sabar itu jauh lebih penting. Belum ku tanggapi dia nyerocos lagi. Entah apa yang ada difikirannya.

“waah…, kalau sakitnya parah, lebih baik pakek alkohol 100% saja. Biar cepat sembuh”, ucap Si Bapak dengan senyum tak berdosa

“o… begitu ya Pak, ya Pak nanti alkoholnya saya beli di apotik. Tapi Al Qur’an terjemahnya ada kan Pak ?”, kataku.

“memang dek, kalau sakitnya parah terus dikasih alkohol pasti perih banget tapi habis itu langsung sembuh..”, jawab Si Bapak dengan sok akrab

Cengel bener orang ini. Rasanya pengen mbejek-mbejek.

“tapi kalau sakitnya g’ terlalu parah kalau dikasih alkohol ya g’ terlalu perih. Nah kalau g’ da sakitnya terus dikasih alkohol malah rasanya sejuk banget ibarat hidup ya tentram dan damai banget dalam hati”, tambah Si Bapak.

“bener banget Pak, semua orang kayaknya juga sudah tahu kalau kulit g’ da sakitnya terus dikasih alkohol itu sejuk dan dingin”, jawabku sambil pasang muka sok ramah.

Robbi kenapa Engkau mempertemukan aku dengan orang macam ini, tanyaku dalam hati. Dua langkah aku mundur, aku tengok kekanan dan kekiri. Tak terlihat satupun toko yang “menjual firman Allah SWT”. Ini memang kegilaan siang bolong. Tetapi sekali lagi sabar itu hasilnya jauh lebih manis dari madu.

“Pak, panjenengan ini ngerti apa g’, saya kesini cari Al Qur’an terjemah. Kita sedang ngomongin Al Qur’an terjemah Pak. Bapak dari tadi ngomong alkohol lah, sakit lah-perih-sembuh, tidak sakit-dingin-sejuk-damai. Nyuwun sewu ya Pak.. Bapak ini tunarungu ta…”, tanyaku memperjelas ke GJan ini.

“lho piye to iki... Siapa yang budek. Siapa juga yang ngomongin alkohol... Adek sedang mencari obat 100% to.. ya itu muqoddimahnya…”, jawab Si Bapak dengan muka ramah.

Aku menyerah, ku mundur, ku belokkan badanku. Mungkin lebih baik aku membeli di tempat lain saja sebelum aku ketularan ke-GJ-annya. Tiba-tiba datang belasan orang yang berpakaian putih berebut untuk bersalaman dengan bapak budek itu. Dan aku pun pulang dengan rasa heran.


Malang, 3 November 2008